Halaman

Jumat, 28 Desember 2012


PERGOLAKAN DAERAH


Pergolakan daerah adalah konflik-konflik yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu untuk memperebutkan atau memperjuangkan kepentingan tertentu yang tidak lagi memperhatikan tatanan hidup yang berdasarkan nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Kepentingan tertentu itu dapat berupa saling memperebutkan kepentingan ekonomi (mata pencaharian), kepentingan rasa tau sukunya, atau kepentingan yang berlatar belakang agama dan kekuasaan. Di samping itu, pergolakan di daerah dapat juga muncul sebagai akibat kesulitan politik dan kesalahan pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh pihak pemerintah pusat.
Ada beberapa factor yang dapat memunculkan pergolakan atau konflik di daerah (konflik antarkelompok atau konflik antara masyarakat dengan pemerintah atau penguasa). Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Program pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Setiap program pembangunan yang dilaksanakan harus memerhatikan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Tanpa memerhatikan kondisi tersebut, maka akan timbul gejolak-gejolak yang tidak diinginkan. Pembangunan kawasan industry multinasional misalnya, harus memerhatikan apakah kehadirannya akan meningkatkan kualitas masyarakat di sekitarnya (menyejahterakan rakyat sekitarnya) atau meresahkan, apakah akan tetap melestarikan atau memudarkan nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat sekitarnya, apakah industry tersebut memungkinkan masyarakat sekitar ikut berpartisipasi atau hanya untuk orang luar, apakah pembangunan tiu justru akan menghabiskan lahan tanah produktif yang merupakan sumber utama penghidupan masyarakat sekitar atau memilih lahan yang tidak produktif. Hal-hal tersebut harus diperhatikan dalam proses pembangunan agar tidak terjadi kondisi sosial yang disintegrative.
b.                  Ketidakstabilan situasi politik dan keamanan nasional
       Stabilitas politik dan keamanan nasional yang tidak mantab akan mendorong munculnya gejolak dan pemberontakan di daerah yang ingin melepaskan diri dari ikatan pemerintah pusat. Hal ini sangat membahayakan kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu, besar atau kecilnya pergolakan di daerah sangat dipengaruhi oleh bagaimana stabilitas politik dan hankam secara nasional. Contohnya, konflik di Aceh, Ambon, Kalimantan, dan Papua yang terjadi akibat ketidakstabilan kondisi politik.
c.                   Kurang berfungsinya lembaga-lembaga control masyarakat
Lembaga-lembaga control masyarakat, misalnya kejaksaan, kehakiman, atau lembaga yang bergerak dalam bidang pemerintahan apabila kur kurang berfungsi secarabaik dalam melaksanakan control-kontrol sosial, maka akan mudah memunculkan gejolak dan konflik-konflik di masyarakat. Kurang berfungsinya lembaga-lembaga baik eksekutif maupun yudikatif dan legislative dalam melakukan control sosial akan memunculkan banyak penyimpangan itu yang dilakukan oleh aparat pemerintah maupun anggota masyarakat (misalnya, tindak korupsi, manipulasi, kolusi, tindak pencurian, dan perjudian). Kondisi seperti ini akan mudah sekali memunculkan gejolak dan pergolakan yang menuntut adanya keadilan.
d.                  Sarana-sarana komunikasi dan interaksi sosial antardaerah di berbagai bidang tidak berjalan dengan baik
Kelancaran proses kontak sosial budaya sangat berpengaruh dalam meminimalkan munculnya gejolak atau konflik daerah. Semakin efektif saluran dan kontak komunikasi sosial ekonomi dan kebudayaan antardaerah atau antarsuku akan semakin banyak memberikan wawasan bagi pola piker dan alternative tindakan seseorang atau kelompok yang ada di masyarakat sehingga gejolak itu semakin kecil. Demikian juga sebaliknya, disintegrasi bangsa mudah terjadi apabila sarana interaksi sosial, ekonomi, budaya, dan bidang lain tidak berjalan dengan baik.
e.       Masing-masing kelompok atau daerah mempunayi kesetiaan primordialisme yang berlebihan
Apabila masing-masing kelompok mempunyai kesetiaan primordialisme atau kesetiaan yang sangat berlebihan pada kelompok atau daerahnya, akan mudah sekali terjadi konflik atau gejolak di berbagai bidang. Konflik tersebut muncul karena kelompoknya sulit dipertemukan untuk menjalin kerja sama yang baik dengan kelompok lain.
Pada dasarnya, masih banyak factor lain yang dapat menyebabkan munculnya pergolakan daerah atau konflik antarsuku itu selalu terjadi konflik karena memang sejak dulu (sejak nenek moyangnya) kedua kelompok tersebut selalu menyimpan dendam.

Ada beberapa hal yang dijadikan pedoman dalam meminimalkan terjadinya gejolak daerah, yaitu sebagai berikut.
a.       Menyusun perencanaan pembangunan sebaik mungkin yang mengarah pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan berusaha meminimalkan terjadinya koonflik di masyarakat.
b.      Memfungsikan secara optimal lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan sebagai control sosial.
c.       Mengefektifkan sarana-sarana komunikasi, interaksi, atau kerja sama antarkelompok atau daerah dengan baik sehingga akan memberikan bekal wawasan budaya yang lebih luas dan bayak mengetahui alternative perilaku kelompok lain.
d.      Berbagai pihak yang ada di masyarakat diajak bersama-sama dalam kelangsungan proses pembangunan. Tidak diciptakan jarak yang jauh antara aparat pemerintah dan rakyat kecil. Oleh karna itu, masing-masing pihak harus merasa perlu membina mentalitas masing-masing kea rah yang lebih baik yang menunjang proses pelaksanaan pembangunan.
e.      Proses pembauran bangsa atau pembauran antarsuku bangsa harus tetap dijalankan, demikian juga proses transmigrasi tetap harus dijalankan.
f.        Menegaskan pelaksanaan tata nilai hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan kondisi hidup yang adil.
g.       Membudayakan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 pada seluruh lapisan masyarakat, baik melalui lembaga formal, informal, maupun non-formal secara optimal.
f.        Terjadinya kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat
Terjadinya kesenjangan ekonomi yang tinggi akan dapat menimbulkan pergolakan masyarakat. Misalnya, perbedaan yang mencolok antara orang kaya dan orang miskin. Kesenjangan ini akan memunculkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya dapat menimbulkan gejolak sosial ekonomi, misalnya saja kerusuhan yang disertai tindakan perusakan pertokoan dan mobil-mobil mewah. Gejolak atau konflik daerah dapat dihindari jika terdapat keseimbangan kebijakan ekonomi antara pusat dan daerah. Selain itu, perlu adanya perluasan wawasan dan pola piker dalam menghadapi keanekaragaman masyarakat.


DAMPAK NEGATIF PERUBAHAN SOSIAL AKIBAT MODERNISASI


1)   SIKAP MATERIALISTIK
Definisi secara etimologi (secara bahasa)
Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Dalam kamus besar bahasa Indonesia materi adalah bahan;benda;segala sesuatu yang tampak. Masih dari kamus yang sama disebutkan bahwa materialis adalah pengikut paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan(harta,uang,dsb).
Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Ini sesuai dengan kaidah dalam bahasa indonesia. Jika ada kata benda berhubungan dengan kata isme maka artinya adalah paham atau aliran.
Definisi menurut istilah
Materialis adalah paham yang hanya bersandar pada materi(ma’dah) yang tidak meyakini apa yang ada di balik alam ghaib. Tidak meyakini alam ghaib berarti tidak meyakini adanya kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Dan hal ini secara otomatis menafikan adanya tuhan sebagai pencipta alam semesta. Karena menurut paham ini, alam beserta isinya berasal dari satu sumber yaitu materi(ma’dah). Pemikiran ini sama halnya seperti atheisme dalam bentuk dan substansinya yang tidak mengakui adanya tuhan secara mutlaq. Para penganut paham ini menolak agama sebagai hukum kehidupan manusia. Mereka lebih mengedepankan akal sebagai sumber segala hukum. Pada akhirnya prinsip ini melahirkan suatu ideologi bahwa hukum hanyalah apa yang bisa diterima oleh akal. Padahal kita ketahui bahwa hasil pemikiran manusia bersifat relatif. Dalam artian bisa salah dan benar.
ü  Ciri- ciri atau karakteristik paham materialistik
Secara global,ciri-ciri paham ini bisa kita klarifikasikan. Setidaknya ada 3 dasar ideologi yang dijadikan dasar keyakinan paham ini:
·         Segala yang ada(wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi(ma’dah).
·         Tidak meyakini adanya alam ghaib
·         Menjadikan panca-indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori materialisme termasuk paham ontologi monistik. Materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme. Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti : roh, hantu, setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Allah atau dunia adikodrati/supranatural. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada Penggerak Pertama atau Sebab Pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi.

ü  Hubungan materialisme dengan ateisme

Atheisme dan materialis memiliki ikatan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Yaitu tidak mengakui adanya tuhan. Karena mereka mengingkari alam ghaib.
Istilah materialis dan materialisme adalah suatu ungkapan yang tidak asing lagi ditelinga kita. Terlebih bagi para mahasiswa yang telah banyak bergelut dalam bidang pemikiran. Begitu besar pengaruh paham ini dalam kehidupan manusia sehingga banyak mempengaruhi peta pemikiran manusia yang seharusnya hidup berdampingan secara damai dalam satu payung dunia,tetapi pemikiran ini berdampak sebaliknya bagai racun yang menyebar dan mematikan sendi-sendi kehidupan lantas menghilangkan kemanusiaan seseorang. Pemikiran ini walau kerapkali dihiasi dengan komposisi yang nampak indah dan memukau,tetapi kenyataannya mengandung unsur-unsur yang mematikan bagi persendian kehidupan individu dan sosial. Yang berawal dari menafikan adanya tuhan dan berujung pada penghalalan segala cara guna mencapai suatu tujuan. Kendatipun harus ditempuh dengan cara saling membunuh antar sesama. Karena para penganut paham ini tidak mengakui adanya tuhan dan hari kebangkitan. Yang ada dibenak mereka hanyalah dunia dan kenikmatan.Mengenal suatu pemikiran bisa ditelusuri melalui dampak yang telah dirasakan ditengah masyarakat. Dari skala yang terkecil yaitu keluarga hingga skala terbesar dunia.Sebagaimana suatu pembahasan ilmiah yang baik,harus berpegang pada metode yang yang baik pula. Diantara cirinya yaitu membatasi objek pemahaman,lalu kemudian memberikan definisi yang sesuai. Supaya ada keterikatan antara isi dan tema. Maka untuk mengawali pembahasan ini kita mulai dengan memberikan defenisi paham materialis.
2)   SIKAP INDIVIDUALISTIK
Sikap individualistik selalu memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri dibanding menolong orang lain. Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.

Paham yang menganggap manusia secara pribadi perlu diperhatikan (kesanggupan dan kebu-tuhannya tidak boleh disamaratakan).paham yang meng-hendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang; paham yang mementingkan hak per-seorangan di samping kepentingan masyarakat atau negara. Paham yang menganggap diri sendiri (kepribadian) lebih penting daripada orang lain. 


3)   SIKAP KONSUMERISME
Sikap komsumerisme merupakan sikap hidup yang boros / konsumtif. Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada. Peningkatan tersebut menimbulkan pola hidup mewah pada sebagian masyarakat. Hal ini akan menjadikan masalah jika pola hidup mewah tersebut diiringi dengan keadaan konsumsi secara berlebihan oleh orang dengan kemampuan ekonomi rendah, sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan materi dan memenuhi keinginannya untuk bergaya hidup mewah. Pola hidup seperti ini merupakan suatu anggapan bahwa barang adalah sumber kebahagiaan yang mengakibatkan mereka melakukan cara berkonsumsi yang sudah melampaui batas atau yang sering disebut konsumerisme.
4)   KESENJANGAN SOSIAL EKONOMI
Timbulnya pelapisan social yang kuat ant yang kaya dengan yang miskin. Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
Kesenjangan sosial ekonomi pada masyarakat merupakan salah satu dampak dari modernisasi dan pembangunan yang sangat membahayakan kehidupan bangsa sehingga akan mengancam stabilitas nasional. Kesenjangan sosial ekonomi akan menimbulakan kecemburuan sosial yang disebabkan oleh kondisi taraf hidup layak hanya dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat, padahal sebagian besar masyarakat yang lain berada dalam taraf hidup kesederhanaan, bahkan kemelaratan.
5)   KRIMINALITAS SEBAGAI PROFESI DAN KEBIASAAN
Batasan antara penjahat professional dan yang sebagai kebiasaan menurut Noach adalah: “Penjahat professional memang pekerjaannya atau mata pencahariannya sebagai penjahat, sedangkan penjahat sebagai kebiasaan, kecuali melakukan kejahatan juga mempunyai pekerjaan lain. Apakah menjadi tumpuan penghidupannya itu pekerjaan dari kejahatan atau pekerjaan yang lain yang halal bukan masalah”. Sutherland menunjukkan sifat-sifat khusus dari penjahat professional antara lain sebagai berikut: “Secara teratur tiap hari menyiapkan dan melakukan kejahatan. Untuk itu, penjahat tersebut memerlukan kemampuan teknik guna melakukan kejahatannya dan melatih diri serta mengembangkan kemampuannya itu.
Pencuri professional dapat melakukan kejahatannya dengan aman karena tiga hal yaitu:
a. Memilih cara yang paling minimum bahayanya     
b. Pencuri meningkatkan ketrampilan dan kemampuannya baik secara fisik maupun psikisnya
c. Dengan cara mengatur “fix” (pemulihan) sekiranya ia tertangkap, teknik pemulihan itu juga sedemikian rupa, baik dilakukan oleh si pencuri sendiri maupun oleh orang lain, dan tidak jarang polisi, jaksa, bahkan hakim dilibatkan.
Selain kejahatan secara umum, ada pula kejahatan yang terorganisasi.


KRIMINALITAS


Kriminalitas adalah pelanggaran norma hukum yang dilakukan seseorang dan dapat diancam sanksi pidana. Kriminalitas disebabkan oleh pertentangan kebudayaan, perbedaan ideologi politik, perbedaan pendapat dari mental yang tidak stabil.
Kriminalitas (kejahatan) dalam masyarakat akan tumbuh suburr apabila dalam masyarakat terdapat ketimpangan sosial dan ekonomi,krisis ekonomi,tekanan mental,dendam,kecemburuan atau pun kebencian.dalam studi sosiologi,,prilaku jahat di kualifikasikan sebagai prilaku menyimpang sebagaimana prilaku yang lain yang tidak menyimpang,prilaku jahat menjadi milik individu dan sekelompok orang dan melalui proses sosial seperti asosiasi dan sosialisasi.
Suatu bentuk criminalitas yang khas dalam masyarakat adalah white collar crime(kejahatan kerah putih),yaitu kejahatan yang dilakukan oleh para penguasa atau para pengusaha didalam menjalankan peran-peran sosialnya.pada mulanya dinamakan economics atau business criminality.kejahatan jenis ini merupakan dampak dari perkembangan masyarakat yang pesat namun hanya menekankan pada aspek financial saja.para pelaku biasanya keadaan keuangannya kuat atau mempunyai kekuasaan sehingga memungkinkan melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya melanggar hukum tanpa dapat dikenai hukum.contoh white collar crime adalah korupsi.dalam masyarakat,paling tidak dikenal empat macam korupsi,yaitu:
ü  Korupsi ekstorsif
ü  Korupsi manipulatif
ü  Korupsi nepotisme
ü  Korupsi subversive
Contoh white collar crime yang lain adalah nepotisme dan kronimisme.nepotisme berasal dari kata nepos(bahasa latin,artinya descent atau keturunan) dan ismos (yunani,artinya proses ,tindakan atau praktek).nepotisme merupakan proses ,tindakan , atau praktik pemberian perlakuan istimewa terhadap seseorang atau sekelompok orang di dalam recruitment pengisiann jabatan pada organisasi/asosiasi atau dalam memperoleh sumber-sumber ekonomi yang semata-mata didasarkan pada hubungan kekerabatan ,kekeluargaan,bukan prestasi atau kemampauan.pada kronimisme(cronims),pemberian hak-hak istimewa tersebut didasarkan pada hubungan pertemanan atau persahabatan.
 Sebab –sebab terjadinya kejahatan adalah bermacam-macam . Walaupun secara jelas belum dapat diberikan sutu teori tentang sebab-sebab kejahatan, namun banyak factor yang telah diidentifikasikan ,yang sedikt banyaknya mempunyai korelasi dengan frekuensi kejahatan. Factor-faktor tersebut secara kasar dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,walaupun demarkasi antara ketiganya tidak selalu jelas, yaitu:
1. Kondisi-kondisi social yang menimbulkan hal-hal yang merugikan hidup manusia. Kemiskinan yang meluas dan pengangguran,pemerataan kekayaan yang belum berhasil diterapkan, pemberian ganti rugi tidak memadai, pada orang-orang yang tanahnya diambil pemerintah kurangnya fasilitas pendidikan,dan lain-lain.
2. Kondisi yang ditimbulkan oleh urbanisasi dan industrialasai. Indonesia sebagai suatu Negara berkembang sebenarnya menghadapi suatu dilemma. Pada satu pihak merupakan suatu keharusan untuk melaksanakan pembangunan,dan pada pihak lain pengakuan yang bertambah kuat, bahwa harga diri pembangunan itu ,adalah peningkatan yang menyolok dari kejahatan. Luasnya problema yang timbul karena banyaknya perpindahan, dan peningkatan fasilitas kehidupan,bisanya ,biasanya dinyatakan sebagai “urbanisasi yang berlebihan” (overurbanization) dari suatu Negara. Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan peningkatan kejahatan yang tambah lama tambah kejam diluar kemanusiaan.
3. Kondisi lingkungan yang memudahkan orng melakukan kejahatan. Contoh-ciontoh adalah memamerkan barang-barang dengan menggiurkan di supermarket,mobil dan rumah yang tidak terkunci ,took-toko yang tidak dijaga, dan kurangnya pengawasan atas senjata api dan senjata-senjata lain yang berbahaya. Tidak diragukan bahwa banyak calon-calon penjahat yang ingin melakukannya jika melakukannya jika pelaksanannya secara fisik dibuat sulit.(anami)
Jenis- jenis Kriminalitas
Jenis-jenis kriminalitas yang telah diklasifikasikan oleh Cavan dan W.A. Bonger di atas, kecuali pelanggaran-pelanggaran ringan dan kejahatan-kejahatan ringan pada point 1 dan 2 dalam klasifikasi yang diurutkan oleh Cavan, semuanya dapat menyebabkan kematian, apabila suatu kriminalitas itu berakhir dengan pembunuhan.
ü  SOLUSI
Beberapa alasan mengapa mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan penyimpangan lain dilakukan.
Adapun alasannya sebagai berikut:
1. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak dan tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan / sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kenderaan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain.
2. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum / dibina), pengasingan, penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi, permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah residivisme. Viktimisasi structural (penimbulan korban struktur tertentu dapat dikurangi dengan adanya usaha pencegahan tsb, misalnya korban suatu sistem hukuman, peraturan tertentu sehingga dapat mengalami penderitaan metal fisik dan social).
3. Usaha pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat. Dengan demikian, usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan orang bernegara dan bermasyarakat lebih baik lagi. Oleh karena mengamankan dan mengusahakan strabilitas dalam masyarakat, yang diperlukan demi pelaksanaan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Usaha pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain dapat merupakan suatu usaha menciptakan kesejahteraan mental, fisik dan sosial seseorang.
Usaha pencegahan mempunyai beberapa persoalan dalam pelaksanaanya dan menimbulkan persoalan lain lebih lanjut antara lain :
1. Persoalan partisipasi dan tanggung jawab
a. Sejauh manakah setiap anggota masyarakat kota sadar dan merasa ikut serta betanggung jawab dalam usaha pencegahan kriminalitas ini sesuai dengan kemampuannya masing-masing di daerah perkotaan dan mempunyai akibat yang positif dan negatif. Misalnya bersedia bertindak atau melapor pada yang berwajib apabila menjadi korban suatu tindakan kriminal atau melihat langsung suatu kriminalitas, karena merasa ikut bertanggung jawab secra langsung atau tidak dalam timbulnya kriminalitas dalam suatu masyarakat. Adanya kesadaran untuk melapor pada yang berwajib apabila menjadi korban atau melihat orang lain menjadi korban kriminalitas; kesadaran untuk ikut membantu mencegah kriminalitas dengan ikut meronda, melakukan pengawasan pengadaan dana untuk kegiatan pada anak dan pemuda agar tidak menjadi delinquent.
b. Masih adanya asumsi bahwa pemerintah saja yang bertanggung jawab terhadap kriminalitas sehingga rakyat segan untuk ikut serta dalam usaha pencegahan tsb. Apalagi bila keinginan berpartisipasi dalam berbagai bentuk tidak mendapat sambutan atau dikembangkan dengan baik.
c. Persoalan disini adalah bagaimana mengembangkan kegairahan anggota masyarakat dalam usaha pencegahan tersebut sebagai warga kota yang baik (cara penyuluhan, isi penyuluhan)
2. Persoalan kooperasi dan koordinasi antara para partisipasi dalam pencegahan kriminalitas. Tidak adanya kooperasi dan koordinasi dalam usaha pencegahan kriminalitas merupakan hambatan pelaksanaaan pencegahan tersebut malahan dapat menimbulkan kriminalitas karena pertentangan yang tidak sehat (perlu diperhitungkan halangan dari organisasi kriminal dan politik). Misalnya tidak ada kerja sama antara badan-badan penegak hokum, saling berselisih paham dalam usaha pencegahan kriminalitas, karena prestise atau tidak rela pihak-pihak lain mendapat pujian, saling lepas tangan/tidak mau bertanggungjawab. Adanya organisasi kriminal dan politik yang menghalangi usaha pencegahan dan penertiban keamanan, karenajustru mempertahankan ketidaktertiban dan kekacauan demi kepentingan organisasi.
3. Persoalan planning dan program yang berhubungan erat dengan kooperasi dan koordinasi pencegahan kriminalitas. Tidak adanya planning dan program dalam usaha pencegahan kriminalitas mempersulit kooperasi dan koordinasi dalam usaha pencegahan kriminalitas (terutama dalam rangka pencegahan melalui perbaikan lingkungan dan perilaku). Misalnya, konflik kegiatan pencegahan antara badan-badan penegak hukum yang bertanggung jawab terhadap pengadaan keamanan dan ketertiban yang saling tidak setuju mengenai bentuk, lay out, penggunaan sarana dan cara pembinaan perilaku anggota masyarakat dan aparatur Pemerintah (Ibid, hal 18,19)
4. Untuk membuat planning dan program yangdapat dipertanggung jawabkan diperlukan data sebagai hasil penelitian. Maka persoalan yang timbul sekarang adalah yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian tersebut dengan fasilitas para pelaksana / tenaga dan dana. Misalnya, sarana, dana, pelaksanaan kebijakasanaan, rumusan Undang-Undang / peraturan penafsiran yang berbeda antara para partisipasi dalam usaha pencegahan kriminalitas.
5. Yang perlu juga mendapat perhatian adalah persoalan yang berhubungan dengan faktor-faktor lain yang mendukung dan menghambat pelaksanaan pencegahan kriminalitas di daerah perkotaan.
6. Persoalan perlu ada tidaknya peraturan / Undang-Undang yang menjamin pelaksanaan usaha pencegahan secara bertanggung jawab. Misalnya, Undang-Undang / peraturan yang merupakan dasar / pedoman dan menjamin adanya pemerataan kesempatan memenuhi keperluan fisik mental, sosial setiap anggota masyarakat sehingga tidak melakukan kriminalitas.
7. Persoalan pencegahan kriminalitas dengan cara menghapuskan peraturan yang merumuskan suatu perbuatan sebagai suatu tindakan kriminal. Dengan penghapusan peraturan tersebut, tidak selalu dihapuskan juga dengan sendirinya, masalah yang harus dihilangkan secara formal.
Mencegah kejahatan berarti menghindarkan masyarakat dari jatuhnya korban, penderitaan korban serta kerugian lainnya. Meskipun demikian hal pencegahan ini tugas Jaksa belum secara langsung tersangkut dalam kegiatannya, namun secara nasional kiranya perlu ada perhatian. Kegiatan pencegahan kejahatan meliputi : a. Pemanfatan masyarakat dan lembaga-lembaga yang telah ada. (Ini telah dilakukan pemerintah antara lain dengan siskamling).
b. Pencegahan serta usaha mengurangi segala macam disorganisasi sosial. (Ini dapat ditangani oleh Dep. Sosial, Dep. P & K, Dep. Tenaga Kerja, Pramuka dsb).
c. Penggalakan penyuluhan hukum dan pemberian bantuan hukum.       
Suatu hal ynag sekali lagi perlu ditegaskan ialah : kejahatan adalah fungsi kompleksitas masyarakat. Dan makin banyak diadakan peraturan, makin banyak pula kemungkinan pelanggaran.
Sebaliknya : peradaban telah berkembang dengan penuh inkonsistensi dan banyak menimbulkan frustrasi antara lain dengan makin melebarnya jurang antara pola hidup warga yang kaya dengan rakyat banyak yang masih harus hidup di bawah garis kemiskinan. Juga konflik kebudayaan, bentrok kepentingan ekonomi memerlukan pemikiran yang serius guna menemukan pemecahan yang tidak hanya untuk kepentingan warga masyarakat dalam s satu negara, tetapi bagi seluruh dunia. Masalah narkotika, ‘mafia’ perdagangan gela / penyelundupan merupakan isu yang dapat merusak generasi muda dalam merongrong nasionalisme.
Supaya dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, maka petugas penegak hukum, polisi dan jaksa perlu menguasai sarana kerja guna mempercepat penyelesaian pengusutan perkara dengan cepat pula menemukan pelaku pelanggar hukum dengan cara yang manusiawi. Dan saran kerja itu antara lain adalah metode interview / interogasi di samping alat-alat lain yang diperlukan dalam pemeriksaan penyelidikan.Penjahat yang merasa ‘dimengerti’ akan lebih mudah siap membuka diri untuk pengakuan daripada yang terus-menerus merasa terancam. Sesungguhnya penjahat yang tertangkap itu memerlukan perlindungan.
Penyebab Kejahatan
Pada umumnya penyebab kejahatan terdapat tiga kelompok pendapat yaitu:
o   Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku
o   Pendapat bahwa kriminalitas merupakan akibat dari bakat jahat yang terdapat di dalam diri pelaku sendiri
o   Pendapat yang menggabungkan, bahwa kriminalitas itu disebabkan baik karena pengaruh di luar pelaku maupun karena sifat atau bakat si pelaku.
Bagi Bonger, bakat merupakan hal yang konstan atau tetap, dan lingkungan adalah faktor variabelnya dan karena itu juga dapat disebutkan sebagai penyebabnya.Pandangan bahwa ada hubungan langsung antara keadaan ekonomi dengan kriminalitas biasanya mendasarkan pada perbandingan statistik dalam penelitian. Selain keadaan ekonomi, penyebab di luar diri pelaku dapat pula berupa tingkat gaji dan upah, pengangguran, kondisi tempat tinggal bobrok, bahkan juga agama. Banyak penelitian yang sudah dialakukan untuk mengetahui pengaruh yang terdapat di luar diri pelaku untuk melakuakn sebuah tindak pidana. Biasanya penelitian dilakukan dengan cara statistic yang disebut dengan ciminostatistical investigation. .Bagi para penganut aliran bahwa kriminalitas timbul sebagai akibat bakat si pelaku, mereka berpandangan bahwa kriminalitas adalah akibat dari bakat atau sifat dasar si pelaku. Bahkan beberapa orang menyatakan bahwa kriminalitas merupakan bentuk ekspresi dari bakat. Para penulis Jerman mengatakan bahwa bakt itu diwariskan. Pemelopor aliran ini, Lombroso, yang dikenal dengan aliran Italia, menyatakan sejak lahir penjahat sudah berbeda dengan manusia lainnya, khususnya jika dilihat dari ciri tubuhnya. Ciri bukan menjadi penyebab kejahatan melainkan merupakan predisposisi kriminalitas. Ajaran bahwa bakat ragawi merupakan penyebab kriminalitastelah banyak ditinggalkan orang, kemudian muncul pendapat bahwa kriminalitas itu merupakan akibat dari bakat psikis atau bakat psikis dan bakat ragawi.
Untuk mendapatkan bukti pengaruh pembawaan dalam kriminalitas, berbagai macam penelitian telah dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode yang menarik antara lain:
a.) Criminal family, penyelidikan dilakukan terhadap keluarga penjahat secara vertical dari satu keturunan ke keturunan yang lain
b.) Statistical family, penyelidikan sejarah keluarga golongan besar penjahat secara horizontal untuk mendapatkan data tentang faktor pembawaan sebagai keseluruhan
c.)  Study of twins, penyelidikan terhadap orang kembar.
Setiap orang, sedikit atau banyak memiliki bakat kriminal, dan bilamana orang itu dalam lingkungan yang cukup kuat untuk berkembangnya bakat kriminal sedemikian rupa, maka orang itu pasti akan terlibat dalam kriminalitas. Hubungan antara pengaruh pembawaan dan lingkungan pada etiologi kriminal yang dikaitkan dengan penyakit-penyakit mental dengan diagram sebagai berikut
Lindesmith dan Dunham menyimpulkan bahwa kriminalitas dapat 100 persen sebagai akibat dari faktor kepribadian namun juga dapat 100 persen sebagai akibat faktor sosial, tetapi yang paling banyak adalah sebagai gabungan faktor pribadi dan faktor sosial yang bersama-sama berjumlah 100 persen.
Seelig membagi hubungan bakat-lingkungan-kejahatan sebagai berikut:
a.)Sementara orang, oleh karena bakatnya, dengan pengaruh lingkungan yang cukupan saja telah melakukan deik
b.)Lebih banyak orang yang karena bakatnya, dengan pengaruh lingkungan yang kuat, melakukan delik
c.)Sangat sedikit orang karena pengaruh dari luar yang cukupan saja, melakukan delik
d.)Sebagian besar orang lebih dari 50 persen, dengan bakatnya, walaupun berada di dalam lingkungan yang kurang baik dan cukup kuat, tidak ,menjadi kriminal.
Sauer berpendapat bahwa pertentangan bakat-lingkungan itu terlalu dilebih-lebihkan, dan bahwa baik bakat, lingkungan atau keduanya bersama-samadapat menjadi penyebab kriminalitas sudahlah cukup. Selanjutnya ia mengatakan bahwa setiap pelaku berdasarkan bakat sebagai sumber biologis dan sedikit atau banyak dipengaruhi oleh kekuatan dari luar yang berasal dari alam maupun masyarakat, dan baik itu merupakan syarat ataupun merupakan gejala yang mengiringinya, pelaku itu melakukan perbuatan kriminalnya. Sebagai faktor ketiga, Sauer masih menyebutkan pula kehendak.
Noach mengatakan kriminalitas yang terjadi pada orang normal merupakan akibat dari bakat dan lingkungan, yang pada suatu ketika hanya salah satu faktor saja, pada waktu yang lain faktor yang lainnya dan yang kedua-duanya mungkin saling berpengaruh.Sutherland mengawali penjelasannya tentang teori sosiologis dengan menunjukkan dua prosedur yang penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan teori sebab musabab perilaku kriminal. Yang pertama adalah abstraksi logis, penelitiannya menunjukkan bahwa perilaku kriminal itu sedikt berkaitan dengan patologi sosial dan patologi pribadi. Dan yang kedua diferensiasi tingkat analisis yang artinya dalam menganalisis penyebab kejahatan haruslah diketahui pada tingkat tertentu yang mana. Untuk menjelaskan perilaku kriminal secara ilmiah dapat dilakukan dalam hubungan dengan :
§  Proses yang terjadi pada waktu kejahatan itu (Mekanistis, situasional, atau dinamis)
§  Proses yang terjadi sebelum kejahatan berlangsung (Historis atau Genetik)
Proses seseorang terlibat dalam perilaku kriminal adalah sebagai berikut:
a. Perilaku kriminal itu dipelajari
b. Perilaku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain di dalam proses komunikasi
c. Inti dari mempelajari perilaku kriminal terjadi di dalam kelompok pribadi yang intim
d. Dalam mempelajari perilaku kriminal, yang dipelajari meliputi:
e. Teknik melakukan kejahatan
f.   Arah khusus dari motif, dorongan, rasionalisasi, dan sikap.
g. Arah kasus dari motif dan dorongan dipelajari dari batasan-batasan hukum
Seseorang menjadi delinkuen karena sikap yang cenderung untuk melanggar hukum melebihi sikap yang merasa tidak menguntungkan bila melanggar hukum pengaruh kelompok terhadap individu, maka dapatlah dipikirkan:
a. Seorang individu mendapat pengaruh hanya dari satu macam kelompok;
b. Seorang individu mendapat pengaruh dari dua kelompok atau
c. Differential association mungkin bervariasi dalam hal frequensi, lamanya, prioritasnya, dan intensitasnya
d. Proses belajar perilaku kriminal melalui asosiasi dengan pola kriminal dan anti-kriminal semua mekanisme atau cara belajar pada hal-hal yang lain
e. Perilaku merupakan ungkapan kebutuhan dan nilai, tetapi hal ini tidak dipakai untuk alasan, karena perilaku non-kriminal pun juga merupakan ungkapan kebutuhan dan nilai.
Mengenai pengaruh individu dan kelompok, bila meninjau kemungkinan lebih.
THORSTEN SELLIN berpendapat bahwa konflik antar norma dari tatanan budaya yang berbeda mungkin terjadi karena:
a. Tatanan ini berbenturan di daerah budaya yang berbatasan;
b. Dalam hal norma hkum, hukum dari suatu kelompok tertentu meluas dan menguasai wilayah kelompok budaya yang lain;
c. Anggota dari kelompok budaya pindah ke kelompok budaya yang lain.
kecenderungan dalam teori sosiologi untuk memberikan nama kepada struktur sosial yang berfungsi (secara salah) pada dorongan biologis manusia yang tidak dibatasi oleh kontrol sosial. Sikap koformis implikasinya adalah sebagai akibat dari pemikiran dan perhitungan akan kebutuhan atau karena alasan yang tidak diketahui. Tokohnya adalah MERTON yang mencoba mencari bagaimana struktur sosial menerapkan tekanan terhadap orang-orang di dalam masyarakat dan bersifat non-konformis dan bukannya konformis. Diantara unsur-unsur sosial dan struktur sosial terdapat dua hal yang penting, yaitu: Pertama, adalah tujuan, maksud dan kepentingan budaya yang telah bersama-sama ditentukan. Hal ini meliputi aspirasi budaya, yang oleh MERTON disebut “pola hidup berkelompok” (designs for group living). Kedua, struktur sosial itu menetapkan mengatur dan mengendalikan cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Kesesuaian atau koordinasi antara “tujuan” dan “cara” sangatlah perlu di dalam struktur sosial, sebab tanpa adanya kesesuaian, keseimbangan, atau koordinasi antara dua hal tersebut akan mengarah kepada “anomie” yaitu situasi tanpa norma dalam struktur sosial tang disebabkan karena adanya jurang perbedaan antara aspirasi dalam bidang ekonomi yang telah melembaga dalam masyarakat dengan kesempatan yang diberikan oleh struktur sosial tersebut untuk mencapainya.Dr. J.E. Sahetapy membagi teori-teori sosiologik mengenai kriminal berdasarkan penekanan pada:
a. Aspek konflik kebudayaan (Culture conflict) yang terdapat dalam sistem sosial
b. Aspek disorganisasi sosial
c. Aspek ketiadaan norma
d. Aspek sub-budaya (Sub-Culture) yang terdapat di dalam kebudayaan induk (dominan culture)